BULETIN

PEPADHANG QOLBU Vol. 24 "Mengingkari Pemberian dan Istilah Kekufuran di Bawah Kekufuran"(Kitab Iman, Bab 19)

09 November 2023

Unduh gambar :

PEPADHANG QOLBU Vol. 24

Mengingkari Pemberian dan Istilah Kekufuran di Bawah Kekufuran

(Kitab Iman, Bab 19)

Kontributor: A. Choiran Marzuki


حَدَّثَنَا عَبْدُ اللهِ بْنُ مَسْلَمَةَ عَنْ مَالِكٍ عَنْ زَيْدِ بْنِ أَسْلَمَ عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَسَارٍ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أُرِيتُ النَّارَ فَإِذَا أَكْثَرُ أَهْلِهَا النِّسَاءُ يَكْفُرْنَ. قِيلَ: أَيَكْفُرْنَ بِاللهِ؟ قَالَ: يَكْفُرْنَ الْعَشِيرَ وَيَكْفُرْنَ الْإِحْسَانَ لَوْ أَحْسَنْتَ إِلَى إِحْدَاهُنَّ الدَّهْرَ ثُمَّ رَأَتْ مِنْكَ شَيْئًا. قَالَتْ: مَا رَأَيْتُ مِنْكَ خَيْرًا قَطُّ.

Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Mas­lamah dari Malik dari Zaid bin Aslam dari Atha’ bin Yasar da­ri Ibnu Abbas, ia berkata, “Nabi saw bersabda, “Aku diper­lihatkan ne­raka, ternyata kebanyakan penghu­ni­nya adalah wa­nita. Karena mereka sering kufur.” Dita­nya­kan, “Apakah mereka mengkufuri Allah?” Beliau ber­sabda, “Mereka meng­ingkari pemberian suami, menging­kari kebaikan. Seandai­nya kamu berbuat baik terhadap seseorang dari mereka se­panjang masa, lalu dia melihat satu saja keburukan darimu maka dia akan berkata: “Aku belum pernah melihat kebaikan sedikit pun darimu.”


Ulasan Hadis

Dalam kitab Fathul Bari, Imam Ibnu Hajar al-‘Asqalani men­je­laskan bahwa hadis ini mengingatkan kita bahwa mak­siat dapat dikatakan sebagai kekufuran sebagaimana taat dapat disebut iman. Namun, kekufuran yang dimak­sud da­lam hadis ini bu­kanlah kekufuran yang menyebab­kan sese­orang keluar dari aga­ma. Dalam konteks ini, ke­ku­furan meng­acu pada tindakan wanita yang mengingkari pemberian suami dan mengingkari kebaikan yang diberi­kan kepadanya. Hal ini menunjukkan bahwa durhaka ke­pada suami meru­pakan perbuatan dosa yang melanggar hak-hak Allah. Rasu­lullah saw bahkan pernah menyata­kan bahwa jika diperbo­lehkan, beliau akan menyuruh istri untuk bersujud kepada suaminya sebagai bentuk pemulia­an hak suami.

Dalam hadis ini, terdapat dua hal penting yang dapat kita per­hatikan. Pertama, Imam Bukhari membolehkan pe­mo­tongan hadis jika tidak merusak maknanya. Meski­pun ter­jadi pemo­tongan pada permulaan hadis ini, pemo­tongan tersebut tidak mengubah makna keseluruhan. Na­mun, kita perlu memahami bahwa pemotongan semacam ini dapat menimbulkan kesan bah­wa pemotongan tersebut tidak sem­purna, terutama jika pemo­tong­annya berada di tengah-te­ngah hadis. Oleh karena itu, pen­ting bagi pemba­ca untuk me­mahami konteks lengkap hadis terse­but agar tidak terje­bak dalam kesalahpahaman.

Kedua, kita dapat melihat bahwa Imam Bukhari ja­rang meng­ulang hadis dalam bentuk yang sama, kecuali jika ter­dapat manfaat dalam matan atau sanad hadis ter­se­but. Jika terdapat manfaat dalam matan, beliau akan membedakan hadis tersebut dalam penyampaiannya. Jika terdapat banyak jalur sanad, beliau akan menyebutkan sa­tu jalur sanad dalam setiap bab. Namun, jika jalur sanad-nya sedikit, beliau akan meringkas sanad atau ma­tan hadis tersebut. Hal ini dapat kita lihat dalam hadis ini, di mana Imam Bukhari meriwa­yat­kannya dari Abdullah bin Masla­mah secara ringkas dan ter­batas pada judul bab saja. Beliau juga memaparkannya se­cara lengkap dalam bab-bab lain dengan sa­nad yang sama. Dengan pendekatan ini, Imam Bukhari membe­rikan kera­gam­an dan kekayaan pe­ngetahuan kepada pembaca dengan menunjukkan berba­gai sudut pandang yang relevan.

Dalam mengkaji hadis ini, kita dapat mengambil bebe­rapa pelajaran dan nasihat yang dapat memperkaya pema­haman kita. Pertama, hadis ini mengingatkan kita akan pen­tingnya menjaga hubungan suami-istri dan mematuhi hak-hak yang saling dibe­rikan. Durhaka kepada suami me­rupa­kan perbuatan yang sangat dilarang, karena hal ini bukan ha­nya melanggar hak suami, tetapi juga meng­hina hak-hak Allah yang telah diberikan melalui suami. Kedua, hadis ini mengingatkan kita akan pentingnya meng­hargai kebaikan yang diberikan kepada kita. Seorang istri seharusnya ti­dak hanya mengingat keburukan pa­sang­annya, tetapi juga meng­hargai kebaikan yang telah dilakukan oleh suami. Mengem­bangkan sikap terima ka­sih dan penghargaan akan memper­kuat ikatan dalam hu­bungan suami-istri.

Selain itu, hadis ini juga dapat dikontekstualisasikan de­ngan realitas sosial saat ini. Meskipun hadis ini secara khu­sus menye­butkan wanita yang sering mengingkari, pe­san yang terkandung di dalamnya tidak terbatas pada gen­der ter­tentu. Pesan ini ber­laku bagi setiap individu, baik wanita mau­pun pria, untuk meng­hindari sikap durhaka dan meng­hargai kebaikan yang diberikan oleh pasangan atau orang lain di sekitar kita. Dalam konteks ma­syarakat yang semakin kompleks dan sering kali terjadi konflik da­lam hubungan in­terpersonal, pesan ini menjadi sangat re­le­van sebagai peng­ingat untuk menjaga harmoni, saling menghormati, dan meng­hargai kontribusi orang lain.


Hikmah dan Inspirasi

Terdapat beberapa hikmah dan inspirasi yang dapat kita ambil dari hadis ini baik dalam konteks keimanan, so­sial, dan lainnya. Berikut adalah beberapa di antaranya:

1.   Menghargai Hak-hak Suami dan Istri

Hadis ini mengingatkan kita akan pentingnya men­jaga hubungan suami-istri dan mematuhi hak-hak yang saling di­berikan. Sebagai suami atau istri, kita harus sa­ling meng­hor­mati, menghargai, dan memper­la­ku­kan pa­sangan dengan baik. Ini melibatkan saling mendukung, saling mengasihi, dan tidak durhaka ke­pada pasangan.

2.   Menghindari Durhaka kepada Allah

Durhaka kepada suami dalam hadis ini dianggap se­bagai durhaka terhadap hak-hak Allah yang telah di­be­rikan me­lalui suami. Ini mengingatkan kita bah­wa keta­atan kepada Allah meliputi memenuhi kewa­jib­an-kewa­jiban kita terhadap sesama manusia, ter­masuk meme­nuhi hak-hak suami atau istri.

3.   Mensyukuri Kebaikan yang Diberikan

Hadis ini mengajarkan pentingnya menghargai ke­baikan yang diberikan kepada kita. Sebagai istri, kita ti­dak boleh ha­nya fokus pada keburukan pasang­an kita, te­tapi juga meng­hargai kebaikan yang telah di­la­kukan oleh pasangan. Me­ngem­bangkan sikap teri­ma kasih dan penghargaan akan mem­perkuat ikatan dalam hubungan suami-istri.

4.   Menghindari Sikap Mengingkari Pemberian

Hadis ini mengingatkan kita untuk tidak meng­ing­kari pemberian yang diberikan kepada kita. Hal ini ber­laku dalam konteks suami-istri maupun dalam hu­bung­an sosial lainnya. Menghargai pemberian dan meng­akui kebaikan orang lain adalah sikap yang mu­lia dan dapat memperkuat ikatan persaudaraan dan per­sahabatan.

5.   Menjaga Harmoni dalam Hubungan Sosial

Hadis ini memiliki pesan yang lebih luas untuk men­jaga harmoni dalam hubungan interpersonal. Si­kap meng­hargai, saling menghormati, dan mengakui kontri­busi orang lain da­pat membentuk hubungan yang sehat dan memperkuat ikat­an sosial dalam ma­sya­rakat. Hal ini juga relevan dalam ling­kup keluarga, teman, dan ko­mu­nitas.

6.   Menjauhi Sikap Mengingkari Kebaikan

Hadis ini mengingatkan kita untuk menjauhi si­kap meng­ingkari kebaikan yang diberikan kepada ki­ta. Seba­gai ma­nusia, kita harus berterima kasih dan mengakui kebaikan yang diberikan oleh orang lain. Menghargai ke­baikan orang lain akan menciptakan lingkungan yang positif dan memper­erat hubungan an­tarindividu.

Melalui hadis ini, kita dapat mengambil hikmah dan inspirasi untuk memperkaya keimanan kita, meningkat­kan hubungan so­sial yang baik, dan menjaga harmoni da­lam ke­hidupan sehari-hari. Dengan mempraktikkan nilai-nilai yang terkandung dalam hadis ini, kita dapat mem­bangun hubung­an yang lebih baik dengan Allah dan sesa­ma manusia. 

BULETIN LAINNYA