22 September 2023
Pepadhang Qolbu Volume 17
Sabda Nabi SAW, “Di antara Kalian Akulah yang Paling Mengerti tentang Allah…”
(Kitab Imam, Bab 11)
Kontributor: A. choiran Marzuki
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ سَلَامٍ قَالَ: أَخْبَرَنَا عَبْدَةُ عَنْ هِشَامٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ: كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا أَمَرَهُمْ أَمَرَهُمْ مِنَ الْأَعْمَالِ بِمَا يُطِيقُونَ. قَالُوا: إِنَّا لَسْنَا كَهَيْئَتِكَ يَا رَسُولَ اللهِ، إِنَّ اللهَ قَدْ غَفَرَ لَكَ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِكَ وَمَا تَأَخَّرَ. فَيَغْضَبُ حَتَّى يُعْرَفَ الْغَضَبُ فِي وَجْهِهِ ثُمَّ يَقُولُ: إِنَّ أَتْقَاكُمْ وَأَعْلَمَكُمْ بِاللهِ أَنَا.
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Salam berkata, telah mengabarkan kepada kami Abdah dari Hisyam dari bapaknya dari Aisyah berkata, “Rasulullah saw bila memerintahkan kepada para sahabat, beliau memerintahkan untuk melakukan amalan yang mampu mereka kerjakan, kemudian para sahabat berkata, “Kami tidaklah seperti engkau, wahai Rasulullah, karena engkau sudah diampuni dosa-dosa yang lalu dan yang akan datang.” Maka beliau saw menjadi marah yang dapat terlihat dari wajahnya, kemudian beliau bersabda, “Sesungguhnya yang paling takwa dan paling mengerti tentang Allah di antara kalian adalah aku.” (HR. Bukhari)
Ulasan Hadis
Hadis ini mengajarkan bahwa keimanan yang hanya diungkapkan dengan lisan tidak akan sempurna, kecuali bila disertai dengan keyakinan yang berasal dari hati. Firman Allah, “karena niat yang terkandung dalam hati kalian”, (QS. al-Baqarah: 225) menunjukkan bahwa keimanan yang sejati melibatkan perbuatan hati yang tulus.
Imam Bukhari terpengaruh oleh pendapat Zaid bin Aslam dalam menafsirkan ayat, “Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak disengaja (untuk bersumpah),” (QS. al-Maidah: 89)
Hal ini menunjukkan kesesuaian antara ayat tersebut dengan hadis ini, dan juga menolak pandangan kelompok Karamiyah yang berpendapat bahwa iman hanyalah ucapan belaka.
Selain itu, hadis ini menyampaikan bahwa pengetahuan manusia tentang Allah berbeda-beda, dan Rasulullah saw berada pada tingkatan yang paling tinggi dalam pengetahuan tentang Allah. Pengetahuan tentang Allah mencakup pemahaman tentang sifat-sifat dan segala hal yang berkaitan dengan-Nya. Ini adalah definisi iman yang sebenarnya.
Para ulama berbeda pendapat mengenai apakah pengetahuan tentang Allah adalah kewajiban utama atau mencari-Nya adalah kewajiban utama. Namun, mereka sepakat bahwa mengetahui Allah adalah kewajiban. Ayat, “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah (pilihlah) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah.” (QS. ar-Ruum: 30) dan hadis, “Semua bayi dilahirkan dalam keadaan fitrah”, memberikan dukungan untuk pendapat ini.
Hadis ini juga menekankan pentingnya perbuatan hati yang terhitung jika benar-benar ada dalam hati. Rasulullah saw bersabda, “Allah mengampuni apa yang ada dalam jiwa umatku selama tidak dikatakan atau dilakukan”, dengan penekanan bahwa keyakinan adalah perbuatan hati.
Beberapa riwayat menyebutkan lafal “amarahum” (memerintahkan mereka) hanya sekali, yang menunjukkan bahwa Rasulullah saw memerintahkan mereka untuk melakukan sesuatu yang mudah agar dapat dilaksanakan secara terus-menerus. Para sahabat menyatakan bahwa mereka tidak seperti Rasulullah saw, tetapi hal ini menyebabkan kemarahan Rasulullah saw karena derajat seseorang tidak hanya diperoleh melalui ibadah, tetapi juga dengan menambah rasa syukur kepada Allah.
Dari hadis ini, kita dapat memperoleh beberapa pelajaran penting, antara lain:
1. Perbuatan baik dapat meningkatkan derajat seseorang dan menghapuskan dosa-dosanya. Rasulullah saw tidak mengingkari pendapat dan argumen para sahabat dalam hal ini.
2. Seseorang yang telah mencapai puncak ibadah dan menikmatinya akan terus melaksanakannya untuk menjaga nikmat tersebut dan menambah rasa syukur kepada Allah.
3. Disarankan untuk melaksanakan hukum asal (‘azimah) atau pun rukhshah. Dalam konteks hadis ini, Rasulullah saw menekankan bahwa perbuatan baik harus menjadi kebiasaan yang berkelanjutan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan mematuhi kewajiban yang ditetapkan oleh Allah, kita dapat menjaga hubungan yang baik dengan-Nya dan mendapatkan ampunan dan rahmat-Nya.
4, Dalam konteks hadis ini, “‘azimah” mengacu pada perintah-perintah agama yang telah ditetapkan oleh Allah dan diajarkan oleh Rasulullah saw. Menjalankan azimah berarti menjalankan kewajiban-kewajiban agama secara konsisten dan berkelanjutan, serta berusaha untuk menjaga kesucian hati dan niat dalam melaksanakan perbuatan tersebut.
Dalam konteks yang lebih luas, disarankan bagi setiap muslim untuk melaksanakan azimah atau kewajiban agama yang berlaku secara menyeluruh. Ini mencakup menjalankan shalat, membayar zakat, berpuasa selama bulan Ramadhan, menunaikan haji jika mampu, dan mematuhi perintah dan larangan agama lainnya.
Melaksanakan azimah atau hukum asal atau kewajiban agama secara konsisten membantu kita untuk menjaga ketaatan kita kepada Allah dan memperkuat ikatan spiritual dengan-Nya. Hal ini juga membantu kita untuk memperbaiki diri secara moral dan etika, serta memberikan manfaat bagi individu dan masyarakat secara keseluruhan.
Dalam hadis ini, Rasulullah saw mengingatkan kita tentang pentingnya menjaga keimanan yang ikhlas dari hati, menjalankan kewajiban agama secara istiqamah, dan meningkatkan perbuatan baik dalam kehidupan sehari-hari. Dengan melaksanakan hal ini, kita dapat memperoleh ampunan dari Allah, mendapatkan kebaikan di dunia dan akhirat, serta mendekatkan diri kepada Allah.
Hikmah dan Inspirasi
Dalam hadis ini, terdapat beberapa hikmah dan inspirasi yang dapat kita temukan. Berikut adalah beberapa di antaranya:
1. Istiqamah dalam Menjalankan Kewajiban Agama
Hadis ini mengingatkan kita akan pentingnya menjalankan kewajiban agama secara terus-menerus dan istiqamah. Dengan melaksanakan kewajiban agama secara konsisten, kita dapat memperkuat dan menjaga keimanan kita kepada Allah. Ini juga mencerminkan kesungguhan kita dalam mendekatkan diri kepada-Nya.
2. Kualitas Keimanan yang Ikhas
Rasulullah saw menekankan pentingnya menjaga keimanan yang ikhlas dari hati. Hal ini mengingatkan kita untuk tidak hanya melaksanakan kewajiban secara lahiriah, tetapi juga memperhatikan keadaan hati dan niat kita dalam melaksanakan perbuatan tersebut. Keimanan yang ikhlas akan membawa dampak positif dalam kehidupan kita, baik dalam hubungan dengan Allah maupun dengan sesama.
3. Menghindari Kemunafikan
Hadis ini juga menyoroti bahaya kemunafikan dalam agama. Rasulullah saw memperingatkan tentang orang-orang yang berpura-pura menjalankan kewajiban agama hanya untuk mendapatkan pengakuan atau pujian dari orang lain. Inspirasi yang dapat diambil dari sini adalah pentingnya menjaga kesucian niat dan tindakan kita, serta menghindari sikap pura-pura dalam beribadah.
4. Peningkatan Perbuatan Baik
Dalam hadis ini, Rasulullah saw mendorong kita untuk meningkatkan perbuatan baik dalam kehidupan sehari-hari. Dengan melaksanakan kewajiban agama dan melibatkan diri dalam amal saleh, kita dapat memperkuat keimanan kita dan mendekatkan diri kepada Allah. Peningkatan perbuatan baik juga dapat membawa manfaat bagi diri sendiri, keluarga, dan masyarakat secara luas.
5. Ampunan dan Pahala
Dengan melaksanakan hukum asal atau kewajiban agama, kita dapat mencapai keberkahan dan pahala dari Allah. Hal ini menginspirasi kita untuk terus meningkatkan keimanan dan ketaatan kepada-Nya, dengan keyakinan bahwa Allah akan memberikan balasan yang baik bagi mereka yang menjalankan agama-Nya dengan tulus.
Kesimpulannya, hadis ini memberikan inspirasi bagi kita untuk menjaga keimanan yang ikhlas, melaksanakan kewajiban agama secara istiqamah, dan meningkatkan amal baik dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, kita dapat memperoleh manfaat spiritual dan moral, mendekatkan diri kepada Allah, dan membawa kebaikan bagi diri sendiri serta lingkungan sekitar.
Insya Allah bersambung….