BULETIN

PEPADHANG QOLBU Volume 25 "Perbuatan Maksiat Merupakan Kebiasaan Jahiliyah, Namun Pelakunya Tidak Dikafirkan karena Kemaksiatannya" (Kitab Iman, Bab 20)

16 November 2023

Unduh gambar :

PEPADHANG QOLBU Volume 25


Perbuatan Maksiat Merupakan Kebiasaan Jahiliyah, Namun Pelakunya Tidak Dikafirkan karena Kemaksiatannya

(Kitab Iman, Bab 20)

Kontributor: A. Choiran Marzuki



حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ حَرْبٍ قَالَ: حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ وَاصِلٍ الْأَحْدَبِ عَنِ الْمَعْرُورِ بْنِ سُوَيْدٍ قَالَ: لَقِيتُ أَبَا ذَرٍّ بِالرَّبَذَةِ وَعَلَيْهِ حُلَّةٌ وَعَلَى غُلَامِهِ حُلَّةٌ فَسَأَلْتُهُ عَنْ ذَلِكَ فَقَالَ: إِنِّي سَابَبْتُ رَجُلًا فَعَيَّرْتُهُ بِأُمِّهِ. فَقَالَ لِي النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: يَا أَبَا ذَرٍّ أَعَيَّرْتَهُ بِأُمِّهِ إِنَّكَ امْرُؤٌ فِيكَ جَاهِلِيَّةٌ إِخْوَانُكُمْ خَوَلُكُمْ جَعَلَهُمْ اللهُ تَحْتَ أَيْدِيكُمْ فَمَنْ كَانَ أَخُوهُ تَحْتَ يَدِهِ فَلْيُطْعِمْهُ مِمَّا يَأْكُلُ وَلْيُلْبِسْهُ مِمَّا يَلْبَسُ وَلَا تُكَلِّفُوهُمْ مَا يَغْلِبُهُمْ فَإِنْ كَلَّفْتُمُوهُمْ فَأَعِينُوهُمْ.

Telah menceritakan kepada kami Sulaiman bin Harb, ia berkata, “Telah menceritakan kepada kami Syu’­bah dari Washil al-Ahdab dari Ma’rur bin Suwaid, ia ber­kata, “Aku bertemu Abu Dzarr di Rabdzah yang saat itu me­nge­nakan pakaian dua lapis, begitu juga anaknya, ma­ka aku ta­nyakan kepadanya tentang itu, maka dia men­jawab, “Aku telah menghina seseorang dengan cara meng­hina ibunya, maka Nabi saw menegurku, “Wahai Abu Dzarr, apakah ka­mu menghina ibunya? Sesungguhnya ka­mu masih me­miliki (sifat) jahiliyyah. Saudara-saudara ka­lian adalah tang­gung­an kalian, Allah telah menjadikan mereka di bawah tangan kalian. Maka siapa yang sauda­ra­nya berada di bawah tang­annya (tanggungannya) maka jika dia makan berilah ma­kan­an seperti yang dia makan, bila dia berpakaian berilah seperti yang dia pa­kai, jangan­lah kalian membebani mereka sesuatu yang di luar batas kemampuan mereka. Jika kalian membebani mereka, ma­ka bantulah mereka.” (HR. Bukhari).



Ulasan Hadis

Imam Ibnu Hajar al-‘Asqalani menjelaskan bahwa hadis ini meng­ingatkan kita tentang betapa pentingnya menjaga hu­bung­an sosial dengan adil dan penuh empati. Meskipun per­buatan mak­siat dianggap sebagai kebiasaan jahiliyah, pela­ku­nya tidak di­kafirkan karena maksiat yang dilaku­kan. Na­mun, hadis ini mene­kankan pentingnya menghin­dari per­buat­an maksiat dan mem­per­baiki diri secara spiri­tual. Ra­sulullah saw menegur Abu Dzarr untuk menya­darkannya bahwa menghina ibu seseorang adalah tindak­an yang tidak bisa diterima dan mencerminkan sifat ja­hiliyah yang masih ada dalam dirinya.

Dalam konteks sosial saat ini, hadis ini memiliki mak­na yang mendalam. Kita hidup dalam masyarakat yang beragam dengan perbedaan latar belakang, suku, agama, dan budaya. Ulasan hadis ini mengingatkan kita akan pen­tingnya meng­hor­mati dan mema­hami sesama manu­sia, terlepas dari per­be­daan yang ada. Sebagai umat Islam, kita diajarkan untuk menjadi teladan yang baik da­lam menjalin hubungan dengan orang lain.

Selain itu, hadis ini juga mengajarkan pentingnya me­mahami tanggung jawab kita terhadap saudara-saudara kita. Kita ditun­tut untuk saling membantu dan saling menghor­mati dalam kon­teks keluarga, komunitas, dan masyarakat. Memberikan dukung­an dan menghilangkan beban bagi me­reka yang berada di bawah tanggungan kita adalah tindakan yang sangat ditekankan.

Dalam dimensi spiritual, hadis ini mengajarkan pen­ting­nya introspeksi diri dan meningkatkan kesadaran ter­hadap kebaikan dan keburukan. Rasulullah saw menun­jukkan ke­pada Abu Dzarr bahwa menghina ibu seseorang adalah per­buatan yang tidak bermoral dan tidak pantas dilakukan oleh seorang Muslim. Oleh karena itu, kita per­lu terus berusaha meningkatkan pemahaman dan kesa­daran spiritual kita agar dapat memperbaiki diri dan me­ninggalkan sifat-sifat jahili­yah yang masih ada dalam diri kita.

Dalam ayat al-Qur’an yang dikutip oleh Imam Ibnu Hajar al-‘Asqalani, Allah mengingatkan kita bahwa Dia tidak akan meng­ampuni dosa syirik, tetapi Dia akan meng­­ampuni segala dosa selain syirik bagi siapa yang di­ke­hendaki-Nya. Ini menggam­bar­kan kemurahan dan peng­ampunan Allah kepa­da hamba-Nya yang bertaubat dan memperbaiki diri.

Dalam konteks kehidupan modern, kita perlu meng­apli­ka­sikan nilai-nilai yang terkandung dalam hadis ini. Dengan men­jaga hubungan sosial yang baik, menghormati sesama manusia, dan meningkatkan kesadaran spiritual, kita dapat memperkuat ikatan persaudaraan, mencipta­kan harmoni dalam masyarakat, dan menerangi hati de­ngan cahaya Islam.



Hikmah dan Inspirasi

Berikut ini adalah di antara hikmah dan inspirasi yang dapat kita ambil dari hadis ini dalam konteks ke­imanan dan kehidupan modern:

1.   Hikmah dalam Konteks Keimanan

l     Menghindari perbuatan maksiat: Hadis ini meng­ingat­­kan kita akan pentingnya menjauhi perbuat­an maksiat dan memperbaiki diri. Dalam konteks ke­imanan, per­buat­an maksiat dapat melemahkan ikat­an kita dengan Allah. Oleh karena itu, hadis ini meng­ajarkan penting­nya menjaga kesucian hati dan memperbaiki diri agar lebih dekat dengan Allah.

l     Menghindari sifat-sifat jahiliyah: Rasulullah saw mene­gur Abu Dzarr dengan menyebutkan bahwa dia masih memiliki sifat jahiliyah. Hal ini meng­ingatkan kita untuk terus berupaya meningkat­kan pemaham­an dan kesadar­an spiritual kita. Dalam konteks ke­iman­an, kita perlu menghilang­kan sifat-sifat negatif dalam diri kita dan meng­gantinya dengan sifat-sifat yang terpuji.

2.   Inspirasi dalam Konteks Kehidupan Modern

l     Menghormati dan memahami sesama: Hadis ini meng­­ajarkan pentingnya menghormati dan mema­hami orang lain, terlepas dari perbedaan yang ada. Dalam kehidupan modern yang multikultural dan beragam, menghormati kesetaraan, menghargai per­bedaan, dan membangun hu­bungan sosial yang baik adalah kunci untuk mencip­ta­kan harmoni dan perdamaian dalam masyarakat.

l     Menjaga tanggung jawab sosial: Hadis ini meng­ingatkan kita tentang tanggung jawab kita terha­dap saudara-sau­dara kita. Dalam kehidupan mo­dern, kita perlu menge­depankan rasa empati dan kepe­du­lian terhadap mereka yang membutuhkan bantuan. Memberikan dukungan, membantu me­ngu­rangi be­ban, dan memperjuangkan ke­adilan sosial adalah wu­jud nyata dari tanggung jawab so­sial yang kita mi­liki.

l     Meningkatkan kesadaran diri: Hadis ini mengajar­kan pen­tingnya introspeksi diri dan meningkat­kan ke­sadar­an terhadap perbuatan kita. Dalam kehidup­an modern yang serba sibuk, kita perlu meluangkan waktu untuk merenungkan tindakan dan niat kita. Dengan mening­kat­kan kesadaran di­ri, kita dapat menghindari perbuat­an yang bu­ruk, memperbaiki di­ri, dan tumbuh dalam ke­baikan.

l     Menerangi hati dengan cahaya Islam: Hadis ini meng­­ajarkan pentingnya menjaga spiritualitas kita dan me­ning­katkan pemahaman agama. Da­lam ke­hidup­an mo­dern yang sering kali penuh de­ngan te­kanan dan kege­lisahan, merawat hati dan memper­kuat ikatan kita de­ngan Allah melalui pemahaman dan amalan agama ada­lah cara untuk menemukan ketenangan dan kebaha­gia­an sejati.

Dengan memahami dan mengaplikasikan hikmah ser­ta ins­pirasi yang terkandung dalam hadis ini, kita dapat mem­perkuat iman kita, membangun hubungan sosial yang har­monis, dan mencapai keseimbangan antara di­mensi spiritual dan kehidupan modern.

 

InsyaAllah bersambung.

BULETIN LAINNYA