BULETIN

PEPADHANG QOLBU Volume 29 "Menghidupkan Malam Lailatul Qadar Bagian dari Iman"

20 January 2024

Unduh gambar :

PEPADHANG QOLBU Volume 29


Menghidupkan Malam Lailatul Qadar Bagian dari Iman

Kitab Iman, Bab 24

Kontributor: A. Choiran Marzuki


حَدَّثَنَا أَبُو الْيَمَانِ قَالَ: أَخْبَرَنَا شُعَيْبٌ قَالَ: حَدَّثَنَا أَبُو الزِّنَادِ عَنِ الْأَعْرَجِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَنْ يَقُمْ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ.

35. Telah menceritakan kepada kami Abul Yaman, ia berkata, “Telah mengabarkan kepada kami Syu’aib, ia ber­kata, “Telah men­ceritakan kepada kami Abul Zanad dari al-A’raj dari Abu Hurai­rah, ia berkata, “Rasulullah saw ber­sab­da, “Barang siapa mene­gak­kan lailatul qadar karena iman dan mengharap pahala, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR. Bukhari).


Ulasan Hadis

Setelah menjelaskan tanda-tanda kemunafikan dan kebu­rukan dalam agama, Imam Bukhari kembali menyoroti tan­da-tanda ke­iman­an dan kebaikan. Pembahasan ten­tang hal-hal yang ber­hu­bungan dengan iman menjadi inti utama bagian ini.

Dalam hadis ini, Imam Bukhari menggambarkan Lai­latul Qa­dar sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari iman. Melalui ibadah ini, kita memperoleh kesempatan un­tuk membersihkan hati, mengharapkan ridha, rahmat, pahala dan ampunan dari Allah SWT. Mengerjakan shalat tarawih pada malam Lailatul Qa­dar menun­juk­kan ketu­lusan iman kita dan keinginan tulus untuk mendapat­kan ampunan-Nya. Allah SWT dengan rahmat-Nya yang tak ter­­hing­ga, akan mengampuni dosa-dosa kita yang telah lalu.

Dalam penafsiran hadis ini, perbedaan dalam penggu­naan ben­tuk kata kerja mudhari’ (kata kerja bentuk seka­rang) pada kalimat syarat dan bentuk kata kerja madhi (ka­ta kerja bentuk lampau) pada kalimat jawaban, mena­rik per­hatian. Imam Hadis di atas meng­gunakan bentuk kata kerja mudhari’ pada kalimat syarat, meng­gambarkan ketidakpas­tian akan kemungkinan men­da­patkan malam Lai­latul Qadar tersebut. Namun, dengan meng­gunakan ben­­tuk kata kerja madhi pada kalimat jawaban, beliau menyirat­kan keyakinan bahwa pahala yang dijanjikan akan ter­wu­jud.

Para ulama berbeda pendapat tentang penggunaan ben­tuk ka­ta kerja tersebut. Ada yang melarang dan ada yang memboleh­kan­nya. Beberapa ahli tata bahasa Kufah dan Basrah mengguna­kan argumen dari al-Qur’an dalam kasus ini, seperti firman Allah, “Ji­ka Kami kehendaki, niscaya Ka­mi menurunkan kepada mere­ka muk­jizat dari langit.” (QS. asy-Syu’ara’ 26: 4), yang menggu­nakan ben­tuk kata kerja madhi dan mengikuti kalimat syarat. Na­mun, riwayat dari Abu Hurairah dalam bentuk kata kerja mu­dhari’ baik pada kalimat syarat maupun jawabannya, menunjuk­kan perbeda­an pendapat dalam hal ini.

Dalam riwayat lain, hadis ini juga disampaikan de­ngan lafazh yang sedikit berbeda. Hal ini menunjukkan ke­bera­gam­an dalam penuturan hadis, tetapi intinya tetap sama. Kita harus bangun dan berdiri pada malam Lailatul Qadar dengan keimanan yang tu­lus dan harapan ridha Allah SWT, sehingga Allah akan meng­am­puni dosa-dosa kita.

Dalam konteks kehidupan era sekarang ini, hadis ini meng­ingatkan kita akan pentingnya memperkuat iman dan menghi­dup­kan malam-malam istimewa seperti Laila­tul Qa­dar. Malam-malam tersebut menjadi kesempatan bagi kita untuk berintros­peksi, men­dekatkan diri kepada Allah, dan memohon ampunan-Nya. Dalam kehidupan yang sibuk dan terkadang penuh distraksi, hadis ini meng­ajak kita untuk memprioritaskan ibadah dan meng­isi hati dengan cahaya iman yang dapat menerangi setiap langkah kita.

Mengenai puasa Ramadhan dan Lailatul Qadar, pem­ba­hasan lebih lanjut akan dijelaskan dalam Kitab ash-Shi­yam. Semoga pe­mahaman yang diperoleh dari ulasan ini dapat memberikan inspi­rasi dan membantu pembaca da­lam mem­per­dalam pemahaman terhadap hadis-hadis Sa­hih Bukhari.


Hikmah dan Inspirasi

Berikut ini adalah beberapa hikmah dan inspirasi yang dapat kita peroleh dari hadis ini, baik dalam konteks dimensi keimanan maupun kehidupan era saat ini:

1.   Keimanan dan Pengharapan pada Allah

Hadis ini mengajarkan kepada kita pentingnya me­ne­gak­kan ibadah pada malam Lailatul Qadar de­ngan keimanan yang kuat dan pengharapan pahala dari Allah. Ini mengajar­kan pada kita untuk memer­cayai bahwa Allah Maha Peng­ampun dan memberikan ampunan bagi dosa-dosa kita yang telah lalu. Hal ini memperkuat ke­imanan kita pada kebesara­n dan ke­mu­rah­an Allah.

2.   Makna Kehadiran dalam Ibadah

Menegakkan ibadah pada malam Lailatul Qadar mem­­bu­tuhkan kesadaran dan kesungguhan kita un­tuk hadir secara spiritual dalam ibadah tersebut. Ini meng­ajar­kan pa­da kita untuk tidak ha­nya melakukan ibadah secara mekanis, tetapi juga hadir de­ngan hati, pikiran, dan jiwa yang sepenuhnya terfokus pada hu­bung­an kita dengan Allah. Ini relevan dalam kehidup­an modern sa­at ini, di mana seringkali kita terjebak da­lam ru­tinitas dan kegiat­an yang membagi perhatian kita. Meng­ingat­kan ki­ta untuk memberikan perhatian dan kehadiran yang sepenuhnya dalam ibadah kita.

3.   Menggapai Ampunan dan Anugerah

Hadis ini mengajarkan bahwa menegakkan ibadah pada malam Lailatul Qadar mendatangkan ampunan Allah atas dosa-dosa kita yang telah lalu. Ini memberi kita harapan bah­wa kita dapat memperbaiki diri, meng­hapus dosa-dosa kita, dan memulai lembaran ba­ru de­ngan hubungan yang lebih baik de­ngan Allah. Ini juga mengingatkan kita tentang keber­kahan yang ter­kan­dung dalam momen-momen istimewa dan ibadah yang diberikan oleh Allah, dan bagaimana kita dapat mengam­bil manfaat penuh dari kesempatan tersebut.

4.   Konsistensi dalam Ibadah

Meskipun waktu pasti Lailatul Qadar tidak dike­ta­hui, ha­dis ini justru mengajarkan pentingnya kon­sis­tensi dalam iba­dah. Kita perlu menjaga keimanan dan melak­sanakan iba­dah secara terus-menerus, tidak hanya pada malam Lailatul Qadar, tetapi juga sepan­jang tahun. Ini mengajarkan pada kita bahwa keiman­an dan ibadah bu­kan hanya sesuatu yang kita lakukan sesekali, tetapi me­rupakan komitmen yang kon­sisten dalam hidup kita.

5.   Relevansi dengan Kehidupan Modern

Hadis ini mengingatkan kita tentang pentingnya men­­jaga keseimbangan antara dimensi spiritual dan kehidupan modern kita. Dalam kesibukan dan tan­tang­an kehidupan sa­at ini, kita sering kali terjebak da­lam ruti­ni­tas dan kesibukan yang mem­buat kita me­lupakan as­pek spiritual dalam hidup kita. Hadis ini mengingatkan kita untuk tidak hanya fokus pada as­pek materi dan dunia semata, tetapi juga menjaga hu­bungan yang kuat dengan Allah dan merawat dimensi spi­ri­tual kita.

Dengan memahami dan mengimplementasikan hik­mah-hik­mah ini, kita dapat memperkuat keimanan kita, mem­perdalam hu­bungan spiritual dengan Allah, dan mem­­­bawa inspirasi dalam kehi­dupan modern kita. Berikut ini adalah be­berapa hal yang dapat kita peroleh dengan menerapkan hik­mah-hikmah tersebut:

1.   Memperkuat Keimanan

Dengan menegakkan ibadah pada malam Lailatul Qadar, kita dapat memperkuat keimanan kita kepada Allah. Dalam melakukan ibadah dengan kesadaran dan pengharapan yang tulus, kita dapat merasakan ke­ha­dir­an Allah dalam hidup, memperkuat keya­kinan kita pada-Nya, dan meningkat­kan kecintaan kepada-Nya. Ini akan membantu kita mengatasi ke­raguan dan tantangan da­lam kehidupan, serta mem­berikan kekuatan dan kete­nangan dalam meng­ha­dapi segala situasi.

2.   Menjaga Konsistensi Ibadah

 Hadis ini mengajarkan pentingnya konsistensi da­lam iba­dah, termasuk menjaga shalat, puasa, dan iba­dah lainnya. De­ngan menjadikan ibadah sebagai bagi­an tak terpisahkan dari ke­hidupan sehari-hari, kita da­pat meng­ukuhkan fondasi ke­iman­an dan mening­kat­­kan kua­litas hidup spiritual kita. Kon­sistensi da­lam ibadah juga membantu kita menjaga kese­im­bang­an antara urusan duniawi dan spiritual, sehingga da­pat menghadapi tan­tangan kehidupan dengan kekuat­an yang lebih besar.

3.   Ampunan dan Pembaruan

Dengan menegakkan ibadah pada malam Lailatul Qadar, kita diberikan peluang untuk menghapus dosa-dosa masa la­lu dan memulai lembaran baru. Ini meng­ingatkan kita akan pentingnya introspeksi diri, peng­akuan dosa, dan taubat ke­pada Allah. Dalam kehidup­an masa kini yang penuh dengan kesalahan dan kega­galan, hadis ini memberikan harapan bah­wa kita da­pat mene­bus kesalahan kita dan menerima am­punan dari Allah, serta mengarahkan kita untuk selalu ber­usaha memper­baiki diri.

4.   Penguatan Hubungan dengan Allah

Dalam konteks kehidupan masa kini yang serba si­buk dan terkadang membingungkan, menegakkan iba­dah pada malam Lailatul Qadar mengingatkan kita un­tuk meluangkan waktu khusus untuk beribadah dan menguatkan hubungan kita de­ngan Allah. Ia meng­­ajar­kan pada kita tentang pen­tingnya me­miliki waktu ber­kualitas untuk berkomunikasi dengan Allah dengan mem­perbanyak shalat sunnat, i’tikaf, tadarus al-Qur’an, dan melaku­kan ibadah-ibadah lainnya. De­ngan mera­wat hu­bung­an spiritual ini, di samping men­­dapat balsan dari Allah kelak di akhirat, kita juga dapat merasa lebih ter­hubung de­ngan Allah, merasa­kan kehadiran-Nya, dan mem­peroleh bimbingan dan petunjuk-Nya dalam kehi­dup­an kita.

5.   Menemukan Keseimbangan dalam Kehidupan

Hadis ini mengingatkan kita akan pentingnya men­­­jaga ke­seimbangan antara dimensi spiritual dan kehi­dupan mo­dern kita. Dalam kehidupan yang cepat dan pe­nuh dengan tuntutan, kita perlu mencari kese­im­bangan antara pekerjaan, keluarga, sosial, dan iba­dah. Dengan memberikan prioritas pada aspek spiri­tual dalam hidup, kita dapat mencapai harmoni dan kedamaian dalam diri, serta menghadapi tantang­an kehidupan dengan sikap yang lebih bijaksana dan tenang.

Dengan menggali hikmah-hikmah ini dan mengimple­men­­­tasi­kan­nya dalam kehidupan sehari-hari, kita dapat me­ngem­bang­kan keimanan yang kukuh, menemukan ke­da­maian dalam berhubung­an dengan Allah, dan menemu­kan inspirasi dan arahan dalam menghadapi kehidupan mo­dern yang kompleks.

Insya Allah bersambung

BULETIN LAINNYA