BULETIN

PEPADHANG QOLBU Volume 27 "Musyrik: Kezhaliman yang Besar"

07 December 2023

Unduh gambar :

PEPADHANG QOLBU Volume 27

Musyrik: Kezhaliman yang Besar

(Bab 22, Kitab Iman)

Kontributor: A. Choiran Marzuki

حَدَّثَنَا أَبُو الْوَلِيدِ قَالَ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ ح. قَالَ: وَحَدَّثَنِي بِشْرُ بْنُ خَالِدٍ أَبُو مُحَمَّدٍ الْعَسْكَرِيُّ قَالَ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ عَنْ شُعْبَةَ عَنْ سُلَيْمَانَ عَنْ إِبْرَاهِيمَ عَنْ عَلْقَمَةَ عَنْ عَبْدِ اللهِ قَالَ: لَمَّا نَزَلَتْ: الَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ، قَالَ أَصْحَابُ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَيُّنَا لَمْ يَظْلِمْ؟ فَأَنْزَلَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ: إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ.

Telah menceritakan kepada kami Abul Walid, ia berkata, “Telah menceritakan kepada kami Syu’bah dan juga telah meri­wayatkan hadis yang serupa ini, “Telah men­ceritakan kepadaku Bisyir bin Khalid Abu Muham­mad al-Asykari, ia berkata, “Telah men­ce­ritakan kepada kami Mu­ham­mad bin Ja’far dari Syu’bah dari Sulaiman dari Ibra­him dari Alqamah dari Abdullah, ia berkata, “Ke­tika turun ayat, “Orang-orang beriman dan tidak men­campur­adu­kkan iman mereka dengan kezhaliman,” para sahabat Rasu­lullah saw bertanya, “Siapakah di antara kami yang tidak ber­buat zha­lim?” Maka Allah SWT menu­runkan (fir­man-Nya), “Se­sung­guh­nya kemusyrikan ada­lah kezhaliman yang besar.” (QS. Luq­man: 13) (HR. Bu­khari).


Ulasan Hadis

Dalam bab ini, hadis Sahih Bukhari yang diriwayatkan oleh Ab­dullah bin Mas’ud menyampaikan pesan penting tentang kezha­lim­an dan kesyirikan. Hadis ini diperkuat dengan pen­je­lasan ulama terkemuka, Imam Ibnu Hajar al-‘Asqalani, da­lam kitabnya Fathul Bari. Ulasan ini meng­gabungkan di­men­si intelektual dan dimensi spiri­tu­al, mengaitkan hadis tersebut dengan pemahaman yang lebih dalam serta konteks sosial saat ini.

Hadis ini bermula ketika turun ayat dalam surah al-An’am yang mengatakan, “Orang-orang beriman dan ti­dak mencampuradukkan iman mereka dengan kezhalim­an.” Para sahabat Rasu­lullah saw bertanya, “Siapakah di antara kami yang tidak ber­buat zhalim?” Allah SWT ke­mudian menurun­kan ayat lain yang menyatakan, “Se­sung­guh­nya kesyirikan adalah kezhaliman yang besar.” (QS. Luqman: 13)

Dalam ulasan Imam Ibnu Hajar al-‘Asqalani, terdapat bebe­rapa penafsiran terhadap lafazh hadis ini. Beliau me­nye­butkan bahwa terdapat variasi lafazh yang digunakan oleh para perawi, namun kesemuanya mengarah pada pe­maham­an yang sama. Salah satu penafsiran yang disam­pai­kan ada­lah bahwa kezhalim­an yang disebutkan dalam ayat ini men­ca­kup kesyirikan dan per­buatan maksiat lain­nya. Ketika pa­ra sahabat bertanya tentang hal ini, Allah menurunkan ayat tersebut untuk menjelaskan bah­wa ke­musyrikan adalah ke­zhaliman yang paling besar.

Dalam konteks sosial saat ini, hadis ini memberikan be­berapa gagasan yang relevan. Pertama, hadis ini meng­ajar­kan penting­nya menjaga kesucian iman kita dan tidak men­campuradukkan iman dengan perbuatan zhalim. Ini menun­tut kita untuk meng­hindari dosa-dosa besar dan per­buatan yang bisa merusak iman kita. Kita perlu men­jaga kesucian hati dan menjauhi segala ben­tuk kemusy­rik­an dalam ibadah dan keyakinan kita.

Kedua, hadis ini mengingatkan kita akan besarnya do­sa syi­rik atau menyekutukan Allah. Menanamkan pema­ham­an tentang tau­hid yang kuat dan men­jauhi penyeku­tuan atau kesyirikan sangat penting dalam menjalani ke­hi­dupan kita sebagai Muslim. Ini meng­ajarkan pada kita untuk senantiasa berpegang teguh pada keiman­an yang lurus dan memperkuat hubungan kita de­ngan Allah SWT.

Ketiga, hadis ini mengajarkan tentang pentingnya in­tros­pek­si diri. Para sahabat Rasulullah saw menyadari kesa­lah­an dan kekurangan mereka, dan mereka berusaha untuk memperbaiki diri. Hal ini menginspirasi kita untuk secara terus-menerus me­meriksa diri kita sendiri, meng­akui kesa­lahan, dan berusaha un­tuk tumbuh dan berkem­bang secara pribadi. Dengan melakukan ini, kita dapat meningkatkan akhlak dan mendekatkan diri ke­pada Allah SWT.

Dalam rangka memperkaya pemahaman pembaca ten­tang hadis ini, kita dapat menekankan pentingnya men­jaga integritas iman kita, baik dalam perbuatan maupun keyakin­an. Kita dapat menjelaskan konsep kesyirikan dan berbagai bentuknya, serta dampaknya terhadap hubungan kita de­ngan Allah SWT. Selain itu, kita juga dapat me­ngaitkan ha­dis ini dengan realitas sosial saat ini, seperti me­ningkatnya budaya konsumerisme dan mate­rialisme yang sering kali dapat merusak iman seseorang.

Semoga naskah ulasan ini turut memberikan pence­rah­an dan pemahaman yang lebih dalam bagi pembaca tentang hadis Sahih Bukhari ini.


Hikmah dan Inspirasi

Berikut adalah beberapa hikmah dan inspirasi yang da­pat kita peroleh dari hadis ini dalam konteks dimensi ke­iman­an mau­pun kehidupan modern saat ini:

1.   Menjaga Integritas Tauhid

Hadis ini mengingatkan kita tentang pentingnya men­­jaga kesucian tauhid kita. Menjaga tauhid berarti menjauhi ke­musy­rikan. Dalam kehidupan modern yang sering kali meng­hadirkan godaan dan cobaan, hik­mah ini mengajarkan pada kita untuk tetap teguh dan tidak tergoda oleh tindakan-tin­dakan yang dapat merusak tau­hid.

2.   Menghindari Kemusyrikan

Hadis ini menegaskan bahwa kemusyrikan adalah ke­­zhaliman yang besar. Dalam konteks dimensi tau­hid, hikmah ini mengajarkan pada kita untuk men­jauhi sega­la bentuk penyekutuan dalam keyakinan ki­ta. Dalam kehidupan mo­dern, di mana banyak pe­ma­haman dan praktik yang mungkin tidak sesuai de­ngan ajaran Islam, hikmah ini mengingatkan kita un­tuk mempertahankan tauhid dengan menghindari pe­nye­ku­tu­an terhadap Allah.

3.   Introspeksi Diri

Para sahabat Rasulullah saw yang bertanya ten­tang sia­pa di antara mereka yang tidak berbuat zha­lim, menunjuk­kan sikap introspeksi diri yang penting, sebab bagaimanapun me­reka tetap merasa tidak ma’­shum, me­rasa tidak terbebas sama sekali dari tindak­an zhalim; meski tentu saja jauh dari kezha­liman yang masuk kate­gori yang difirmankan oleh Allah dalam su­rat Luqman tadi, yaitu menyekutukan Allah yang me­rupa­kan kezha­liman yang besar. Ini mengajarkan pa­da kita untuk se­nantiasa memeriksa diri sendiri, meng­­akui kesalahan, dan berusaha untuk tumbuh dan berkembang se­cara pribadi. Da­lam kehidupan modern yang sering kali sibuk dan terfokus pada hal-hal du­nia­wi, hikmah ini mengajar­kan pentingnya mereflek­si­kan diri, mengenali kelemah­an, dan berusaha untuk menjadi pribadi yang lebih baik.

4.   Menguatkan Hubungan dengan Allah

Dengan menjaga integritas iman dan sungguh-sung­guh ke­musyrikan yang merupakan kezhaliman yang be­sar, kita dapat memperkuat hubungan kita dengan Allah SWT. Ini mengajar­kan pada kita untuk selalu merawat keimanan dan menguat­kan hubungan kita dengan Sang Pencipta. Hikmah ini meng­ingat­kan kita untuk tidak melupakan hubungan kita dengan Allah dan selalu ber­usaha mendekatkan diri kepada-Nya mela­lui ketakwa­an, menjelankan perintah-perin­tah-Nya dan men­jauhi la­rang­­an-larangan-Nya.

5.   Mempertahankan Nilai-nilai Islami

Hadis ini mengajarkan pentingnya mempertahan­kan ni­lai-nilai islami dalam kehidupan sehari-hari. De­ngan per­ubah­an sosial, budaya, dan teknologi saat ini, hikmah ini mengingat­kan kita untuk tidak terpenga­ruh oleh trend dan norma yang bertentangan dengan ajaran Is­lam. Kita perlu mempertahan­kan integritas ke­imanan kita dan menerapkan nilai-nilai islami da­lam setiap as­pek kehidupan kita.

Semoga hikmah-hikmah tersebut dapat menginspirasi kita untuk menjalani kehidupan dengan kesadaran keaga­maan yang lebih mendalam, serta menerapkan nilai-nilai is­lami dalam kon­teks kehidupan kita dewasa ini. l

BULETIN LAINNYA